Minggu, 10 Agustus 2014

Menjadi Caknun Marioteguh Atau Sujiwo Tejo Itu tidak ada Gunanya

Fenomena penjiplakan' mengagumi seseorang lalu ingin menjadi foto kopy orang yang dikagumi tersebut.

Lihat saja' berapa banyak orang rajin menulis tetang Mario Teguh, bahkan berbijak-bijak ria ala marioteguh. sangat banyak orang gandrung sama Caknun, sehingga ingin seperti caknun' bahkan orang membuat situs dan berbicara seperti caknun, tidak kalah banyak juga yang berkata blak-blakan ala Sujiwo Tejo.

Ini bukan soal positif negatif, kita mengambil hikmah dari orang lain itu sangat baik, bahkan kita juga harus banyak belajar dari orang lain. Maksudnya belajar dari orang lain itu bukan kita lantas menjadi mereka atau dia, semua yang ada baik itu alam, buku-buku terkenal, tokoh-tokoh terkenal, jadikan meraka tuas berpikir jembatan untuk menggali kemampuan diri. kalau yang dilakukan adalah menjiplak hannya akan tahu tetang diri yang dijiplak sama sekali tidak mengerti tentang diri kita sendiri.

Setiap orang punya jiwa dan karakter yang berbeda, dan setiap kata-kata atau tilisan seseorang ada jiwa orang tersebut disitu. yang jadi masalah apakan jiwa mu seperti orang yang kamu kagumi, dan apakah kalau kamu menjiplak tokoh yang kamu kagumi kamu bisa lebih hebat dari tokoh tersebut?. Anak KH Zaenudin MZ saja tidak akan bisa menjiplak bapaknya, ceramahnya tidak akan punya daya pukau seperti bapanya, sekalipun suaranya mirip bapaknya. karna dunia penjiplakan pasti akan gugur tak akan bisa sehebat aslinya.

Contoh orang lain untuk membangun potensi diri dengarkan petuah orang untuk tuas berpikir, imput boleh dari mana-mana dan dari siapa saja, tapi outputnya harus jiwa dan karakter kita.
Kalaupun ada orang yang wajahnya mirip sukarno atau sama persis sama suharto' dan berusaha bergaya bertindak seperti sukarno atau suharto, kan tidak akan se-enak saat kita memandang sosok suharto atau sukarno yang aslinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar